Harta Karun VOC di Pulau Onrust?


Berangkat dari Stasiun Lenteng Agung.. Pagi-pagi buta bersama sahabatku Josie Vinna Sahetapy, menuju Taman Fattahillah tempat berkumpulnya Para plesiran berkumpul.

Sesampai di Taman Fattahillah, sudah banyak teman-teman yang menunggu tetapi panitia ternyata terlambat hadir. tak mengapa karena kita langsung daftar ulang untuk mendapatkan ID dan Snack pagi..

Setelah mendapatkan ID dan Snack, peserta di kumpulkan di halaman tengah museum Sejarah Jakarta, untuk memperkenalkan para nara sumber yang akan menceritakan sejrah pulau-pulau yang akan kita kunjungi.

Mengapa ada PTD kali ini disebabkan ada salah satu Novel yang mengangkat tema tentang HARTA KARUN VOC yang terdapat pada  Novel Rahasia Meede, penulisnya adalah E.S.Ito.

dan penjelasan sejarah dari Bapak Alwi Shahab dan Bapak Lilie Suratminto. Sebelum menuju bis yang akan membawa peserta ke Muara Anke menuju ke 3 Pulau yang akan menjadi saksi bisu sejarah bangsa INDONESIA.

Bertemua dengan teman kuliner heheheh  Tina Kartahadimadja.

Berkesempatan pula bisa minta tanda tangan dari sang penulis buku Bapak Alwi Shahab, Seri Legenda Jakarta – Ciliwung Venesia dari Timur, Kasino bernama Kepulauan Seribu, Maria Van Engels (Menantu Habib Kwitang), Robinhood dari Betawi.

Setelah pembukaan, perjalanan dimulai dari monument Pieter Erbervelt yang ada didalam tempat kita berkumpul kemudian ke Gedung Dasaad Musin Concern.

=Pieter Erbervelt=
MENURUT Bintang Betawi, banyak orang rante (orang hukuman) yang kabur dari tempat ia dipekerjakan, mencoba bersembunyi di Hutan Sunter. Hutan Sunter terletak tidak jauh dari kawasan pinggiran Betawi, seperti Sumur Batu dan Kelapa Gading. Mereka bersembunyi di tempat itu, karena setiap mereka kelaparan akan mudah mencuri ke kampung yang berdekatan itu.

Orang-orang hukuman memang banyak dipekerjakan di luar selnya, seperti di Istana Gubernur Jenderal atau Stadhuis. Tetapi bila pengawasnya meleng, mereka akan mencoba kabur, agar tidak lagi dimasukkan lagi ke sel yang pengap itu.

Sebenarnya tidak hanya Sunter yang menjadi tempat sembunyi orang hukuman. Di kuburan Cina, Sentiong, dekat Gunung Sa(ha)ri, beberapa waktu yang lalu juga ditemukan empat potong pakaian orang hukuman. Pelarian mereka ke kuburan Cina di Sentiong itu tidak mengherankan. Letak Sentiong berdekatan dengan Drossaer-weg (kini Jalan Taman Sari), yang selama ratusan tahun dikenal sebagai jalan dari para soldadu kompeni yang melakukan desersi. Para soldadu yang tinggal di kastil itu kabur melalui Jalan Mangga Dua, Drossaer-weg, lalu bersembunyi di kuburan Sentiong. Tetapi karena di kuburan itu tidak ada tempat sembunyi, mereka memilih ke Hutan Sunter.

Tanah Sunter sudah dikenal sejak lama. Dalam agenda harian kastil kumpeni (Dag-register), banyak terungkap bahwa para pembesar kumpeni bila pergi ke selatan tidak melalui De Groote Zuid-weg dan Senen, melainkan melewati Sontar (ejaan kumpeni untuk Sunter), Kelapa Gading, Pondok Gede, menuju Cimanggis. Sampai awal abad ke-20 tanah Sunter masih merupakan hutan lebat. Agaknya kumpeni menamai kawasan itu berdasarkan nama kali yang mengalir di situ. Kali itu memiliki mata air yang terletak puluhan kilometer ke arah udik, dan merentang paling tidak dari Cimanggis sampai Ancol. Tetapi yang diberi nama Sunter adalah yang terletak di sebelah timur Kemayoran.

Dalam Dag-register tercantum sejumlah pembesar kumpeni yang dikenal sebagai pemilik tanah Sunter. Misalnya Johannes Cops, yang dilahirkan pada 24 Desember 1663 sebagai anak Jacob Cops dan Elizabeth. Cops muda ini memiliki karier yang cepat menanjak di kumpeni. Ia pernah menjabat sebagai Gubernur Banda, kemudian ditarik ke Betawi sebagai anggota Raad Ordinair. Bahkan pada tahun 1699 ia diangkat sebagai ketua Raad van Justitie. Sebagai pembesar kumpeni, jelas ia sangat kaya dan memiliki hak untuk membeli tanah di mana saja. Berdasar keputusan kumpeni 23 November 1696 (surat tanah 26 Februari 1697) Cops memperoleh tanah yang cukup luas di Sunter dan Cakung. Walau masih berwujud hutan lebat, prospek tanah di Sunter sangat bagus. Pada tahun 1657 berkat usulan anggota Dewan Hindia, Pieter Anthonissz Overtwater, digali kanal ke Sunter dari kastil kumpeni di muara Ciliwung. Tidak mengherankan ketika meninggal, Cops mewariskan peninggalan berupa “rumah petani dengan segala miliknya di dekat Jalan Besar ke Selatan”, yang ditaksir bernilai 40.000 Rds (rijksdaalder = uang perak senilai 2,5 gulden).

Pemilik tanah lain adalah Pieter Erbervelt. Ayahnya, Pieter van Elvervelt, adalah seorang Jerman yang masuk kumpeni dengan jabatan terakhir wakil ketua Heemraden dan kapten pasukan berkuda. Ketika meninggal dunia pada 1696 ia meninggalkan warisan beberapa bidang tanah. Di antaranya tanah di Sunter yang surat tanahnya diperoleh pada tanggal 2 November 1687 yang terletak di Kali Sunter, pada arah tenggara dari kastil kumpeni, dengan luas 34 morgen (ukuran luas tanah di negeri Belanda). Dibanding tanah Cops, yang diwarisi Erbervelt sangat kecil, karena harganya ditaksir hanya 25 Rds.

Pembesar kumpeni lain yang menjadi tuan tanah di Sunter adalah Jacobus Johannes Craan, yang pernah menjabat sebagai komisaris dari tanah sebelah udik Betawi. Tahun 1741 dalam usia 13 tahun ia masuk kumpeni dengan tugas “soldadu surat-menyurat” (soldaat aan de pen). Tahun 1746 ia diangkat sebagai juru tulis (klerk) pada sekretaris jenderal dengan gaji 65 gulden. Berdasar keputusan tanggal 10 September 1763 ia menjadi pemilik tanah Tanjung Oost atau Groeneveld. Ia juga memperoleh hak kepemilikan tanah di dekat Kalibata dengan membayar 27.000 Rds dari Van der Delde, yang jatuh bangkrut. Tanah miliknya bertambah terus, bahkan ia kemudian menjadi pemilik sebelah timur Kali Sunter, yaitu tanah Cipinang sampai Sunter.Agaknya bukan rahasia lagi bahwa tanah Sunter menjadi rebutan para pembesar kumpeni.

dilanjutkan penjelasan tentang = Gedung Dasaad Musin Concern=
Gedung peninggalan akhir abad 19. Dahulu Gedung ini dimiliki oleh keluarga Dasaad, satu – satunya pengusaha pribumi yang memiliki kantor di daerah Kota.

kemudian para peserta menuju BIS untuk membawa kami ke Pelabuhan MUARA KAMAL

Saya dan Jossy menuju bis yang telah disiapkan panitia untuk membawa kita ke dermaga muara kamal, kita ambil bangku yang bertiga ..akhirnya kita berkenalan lagi dengan seorang teman bernama Tanti (diajak sama temannya dan ternyata terpisah karena mendaftar sendiri). sama dengan Deedee juga terpisah.

Perjalan dimulai..
Pemandangan selama perjalanan menuju Muara Kamal membuat saya tidak habis pikir.. jakarta makin padat..(lihat di peta jaman dulu dan sekarang, sekarang tata kotanya makin tidak teratur).
Memasuki kawasan Muara kamal ternyata bis tidak dapat melewati jalan.. sehingga bis berhenti di Stadion Kamal Muara dan kita turun dari bis dilanjutkan dengan berjalan kaki menuju pangkalan kapal motor yang berdampingan dengan pasar ikan dan pemukiman nelayan. Nelayan di sekitar muara kamal ternyata nelayan kerang hijau…terlihat tambak2 kerang pada perjalanan menuju Pulau Onrust. =

BERSAMBUNG … 😀